Beranda | Artikel
Sikap Orang Terhadap Ramadhan?
Rabu, 27 Juli 2011

SIKAP ORANG TERHADAP RAMADHAN?

Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla Rabb semesta alam. Aku bersaksi bahwa tiada ilâh yang patut disembah melainkan Allah Azza wa Jalla semata. Tiada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.

Sesungguhnya manusia terbagi menjadi beberapa macam, ada yang mencintai amal shalih dan menyibukkan diri dengannya siang dan malam. Dan ada juga yang membenci dan menjauhinya. Ramadhan adalah bulan maghfirah (ampunan), bulan dimana pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Ramadhan adalah lahan yang subur bagi orang Mukmin. Wahai pencari kebaikan, sambutlah! Dan Ramadhan merupakan saat bertaubat, kembali kepada Allah Azza wa Jalla bagi orang yang berbuat maksiat. Wahai pencari keburukan, berhentilah!

Dalam menyambut Ramadhan, manusia terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Jenis Pertama : Orang yang merasa senang dengan kehadirannya, karena dia telah membiasakan diri untuk mengerjakan puasa dan menyiapkan dirinya untuk menanggung beban puasa. Maka, dia tidak merasa berat ketika berpuasa. Bahkan ia akan mencela dirinya jika meninggalkannya. Para salafus shalih sering berpuasa (meninggalkan makan, minum dan segala hal yang membatalkan- red) hingga menjadi terbiasa. Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan ganti yang lebih baik darinya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

(Kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu” [al-Haqqah/69:24]

Sebagaimana membiasakan diri untuk berpuasa, dia juga membiasakan qiyâmul lail (shalat malam) yang merupakan penjagaan malam sebagaimana puasa juga merupakan penjagaan siang. Dalam qiyâmul lail terdapat kesungguhan jiwa dan konsentrasi peribadatan sehingga bisa mengalahkan setan; serta kabar gembira berupa balasan surga dan keselamatan dari neraka. Qiyâmul lail adalah kemuliaan bagi seorang Mukmin dan syi‘ar orang-orang shâlih. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ ، فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ ، وَهُوَ قُرْبَةٌ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ ، وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ

Hendaknya kalian mengerjakan qiyâmul lail (shalat malam) karena itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Ia merupakan bentuk pendekatan diri kepada Rabb kalian, sebagai penghapus kesalahan dan mencegah perbuatan dosa”. [1]

Mereka menyambut Ramadhan dengan banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, membaca al-Qur‘ân dengan rutin, melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar, memberikan sedekah kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan dan juga memberikan buka kepada orang yang berpuasa. Karena dengan memberi makan orang yang berpuasa, akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa. Mereka menyibukkan diri mereka dengan cara berdzikir dan mengkhatamkan al-Qur‘ân. Sehingga mereka mendapatkan pahala yang sempurna pada akhir bulan, mendapatkan Lailatul Qadr dan mendapatkan kemenangan dengan pahala dari Allah Azza wa Jalla. Mereka berharap mendapatkan ampunan dari berbagai dosa.

Setelah keluar dari Ramadhan, keadaan mereka seperti ketika dilahirkan dari perut ibu mereka. Mereka mendapatkan pahala pada hari Iedul Fitri. Mereka menyelesaikan Ramadhan dalam keadaan mendapat ampunan. Dan mereka adalah orang-orang yang berdoa kepada Allah Azza wa Jalla selama berbulan-bulan agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan ; karena mereka mengetahui keutamaan bulan itu. Ramadhan merupakan saat-saat kebaikan dan berlomba-lomba dalam mendekatkan diri.

2. Jenis Kedua : Orang-orang yang merasa berat dengan bulan ini. Bagi mereka, Ramadhan itu menyusahkan. Mereka selalu menghitung jam, hari dan malamnya. Mereka menunggu kepergiannya tanpa kesabaran. Mereka merasa berat dengan Ramadhan karena mereka pemuja dunia dan kehinaan. Perhatian mereka hanya terkait dengan perut saja. Mereka membenci semua amalan yang menghalangi tuntutan perut mereka. Mereka adalah orang yang meremehkan ketaatan, tidak membiasakan dan tidak pula menyukainya.

Yang kita saksikan sekarang adalah banyak orang-orang semacam ini. Apabila Ramadhan telah datang, mereka mulai menyiapkan diri dengan berbagai makanan dan minuman. Menghabiskan malam untuk mengobrol, mengerjakan perbuatan dan permainan serta mengucapkan perkataan yang haram. Barang kali dosa mereka ketika bulan Ramadhan lebih banyak daripada di luar Ramadhan. Malaikat Jibril mendoakan mereka agar dijauhkan dari rahmat Allah Azza wa Jalla, karena mereka tidak peduli dengan sebab-sebab ampunan yang banyak terdapat di bulan Ramadhan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengaminkan doa Jibril Alaihissallam. Ini adalah doa yang pasti dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla.

Di antara bentuk rahmat Allah Azza wa Jalla kepada para hamba-Nya adalah bahwa ibadah-ibadah itu bertujuan untuk memperbaiki seorang hamba, membuka pintu-pintu kebaikan, menutup pintu-pintu neraka baginya. Barang siapa yang tidak memperbaiki amalannya, maka amalannya terdapat kekurangan atau mungkin tidak diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ

Berapa banyak orang yang berpuasa yang hanya mendapatkan rasa haus dan dahaga dalam puasanya, dan berapa banyak orang yang mengerjakan qiyâmul lail hanya mendapatkan bergadang dan rasa lelah saja dalam bangunnya”.[2]

Adakah kita melihat kondisi kita ketika menyambut Ramadhan membuat bahagia dan menggugah untuk ditiru? Berlomba-lomba pada bulan itu dengan berbagai amal shalih? Memenuhi seruan, “wahai pencari kebaikan kemarilah” dan “wahai pencari keburukan berhentilah?”. Apakah mereka menyambutnya dengan memperbanyak membaca al-Qur`ân, berdzikir, shadaqah, shalat dan amalan yang menguntungkan? Mudah-mudahan saja seperti itu.

Perlu diingat bahwa Ramadhan adalah peluang besar untuk membaca al-Qur‘ân, dzikir, saling menasehati, shalat malam dan istighfar. Ramadhan itu juga kesempatan bagi jiwa untuk bersungguh-sungguh dalam mengekang hawa nafsu, mengenalkan jiwa kepada kewajibannya ; menampakkan hakekatnya serta menghantarkannya kepada Rabbnya, menjaganya dari syahwat dan membentenginya dari musuh serta berusaha mensucikan jiwa. Ramadhan juga bulan derma bagi pemilik harta untuk memberi kemudahan kepada orang yang kesulitan, menghilangkan beban orang yang terhimpit, bersikap dermawan kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan. Barangsiapa menyambut Ramadhan dengan mencari pahala Allah Azza wa Jalla, maka dia akan beruntung.

Ya Allah Azza wa Jalla, terimalah dari kami. Sesungguhnya engkau adalah Maha mendengar dan Maha mengetahui. Berilah kami taubat, sesungguhnya engkau adalah Maha penerima taubat dan Maha penyayang. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang tidak memiliki rasa takut dan bersedih hati. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendengarkan ucapan dan mengikuti yang baik dari ucapan itu. Jadikan akhir amal kami adalah amal yang shalih. Jadikanlah sebaik-baik amal kami pada akhirnya dan sebaik- baik amal kami adalah pada akhir hayat serta sebaik-baik hari kami adalah pertemuan dengan-Mu. Sesungguhnya engkau adalah Maha mendengar dan Maha mengabulkan

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1]. At-Tirmidzi kitab ad-Da‘awât bab doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. al-Albâni rahimahullah mengatakan: shahîh hasan
[2]. Ahmad 2/373 dengan sanad jayyid


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3135-sikap-orang-terhadap-ramadhan.html